Rabu, 18 Juni 2014

Datang…. Lalu Pergi.

who's know the truth :)

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana antaranya saling membutuhkan dan tidak dapat hidup sendiri. Datang…. Saat membutuhkan, dan pergi setelah kebutuhannya terpenuhi. Menyedihkan memang, namun inilah siklus kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Kita dituntut untuk hidup realistis setiap detiknya. Bukan berarti realistis dalam bentuk matrealis. Kita hanya dituntut untuk dapat menerima setiap kenyataan yang muncul dihadapan kita.

Dia. Sang mentari di pagi hari dan sang rembulan dimalam hari. Pelangiku setelah hujan menerpa. Bagaikan siklus hujan, ia jatuh kebumi, mengalir hingga kelaut,  lalu air laut menguap, menggumpal dilangit, lalu menjadi awan, dan pada saatnya ia akan turun menjadi hujan kembali. Begitu seterusnya. Sama seperti hidup. Pasti kita semua juga pernah mengalaminya. Bertemu dengan orang yang amat kita sayangi dan pasti ada saatnya kita akan berpisah dengannya. Kemudian akan ada dia-dia yang selanjutnya. Bicara soal dia, pertama kali kukenal dengannya yaitu saat aku masih menjadi adik kelasnya. Aku adalah sosok siswi yang cukup mengagumi banyak kakak kelas. Salah satunya ‘dia’. Aku tidak menyangka bahwa aku dapat kenal dan bahkan mengenalinya secara dekat. Jujur aku juga type gadis yang mudah jatuh cinta. Dan tanpa aku sadari entah semenjak kapan akupun menjatuhkan hati padanya. Dia itu sosok yang dewasa, namun terkadang kekanakan, jujur disetiap tuturnya, dan indah setiap perlakukannya. Umur kami terlampau 2 tahun. Namun aku tidak memanggilnya dengan sebutan yang menandakan bahwa kami memiliki perbedaan usia. Dan dia menyetujuinya. Aku sudah jatuh dihati yang dalam. Dan saat yang sama juga, inilah saatnya. Kalian tau saatnya untuk apa? Ya. Ini dalah saatnya aku harus menerima kenyataan bahwa itulah saatnya kami harus berpisah. Memang dia bukanlah cinta pertamaku, dan kamipun belum pernah memiliki hubungan yang mengikat sebelumnya. Tapi, entah mengapa dibandingkan cinta-cinta yang sebelumnya, hanya kepadanya paling kuat perasaan yang pernah kuberikan.

Sulit memang. Bagaikan ombak yang menerjang karang. Sekuat apapun karang tersebut pasti terkikis juga. Dan sayangnya perasaanku tidak cukup kuat seperti karang. Hatiku ini cukup rapuh bagaikan anak kucing yang baru lahir. Tipis, rapuh, tidak bisa berbuat apa-apa dan bergantungan. Ya, aku bergantung kepada cintanya yang entah sejak kapan menjadi candu untukku. Namun, kenyataan yang harus kujalani. Kulihat keadaanku, yang amat menyedihkan. Egois disetiap hal. Egois pada tubuhku, karna aku hanya berbaring, tak menjalani hal yang lain. Kemudian egois pada kesehatanku karna aku tak pernah menghabiskan bahkan 5 suap saja dari makanan dalam piringku. Bahkan aku egois pada rohaniku karna aku hanya menangis dan jauh pada Sang Pencipta. Aku juga egois pada penglihatanku, karna hanya wajahnya saja yang dapat kulihat. Egois pula pada pikiranku yang hanya dapat memikirkan dia. Dan yang lebih parah lagi, aku egois terhadap hatiku yang masih bersikap keras untuk menahannya tanpa membuka hati untuk rasa lainnya. Aku benci kenyataan itu. Benci harus menerima kenyataan bahwa keindahan yang baru saja aku nikmati sebentar harus pergi kembali. Namun, aku berfikir. Aku bisa tahu karna terbiasa, bisa sayang karna terbiasa, bisa jatuh dengan dalam juga karna terbiasa. Maka aku juga harus bisa ‘melepasnya’ karna terbiasa. Yap. Benar saja, lamban laun aku dapat melupakannya. Seiring waktu dan keadaan yang memaksa.


Teman. Tempat mencurahkan isi hati dan berjuang melawan kesedihan dan senang bersama. Aku bersyukur mempunyai banyak teman walau yang paling peduli denganku dapat dihitung dengan jari. Lucunya akupun mempunyai teman yang datang saat butuh padaku, dan pergi saat tidak butuh. Datang saat kesusahan dan pergi saat bahagia. Licik memang. Ditambah menerima kenyataan bahwa kita tidak bisa dan bahkan tidak berhak untuk menuntut apapun dari mereka. Menyedihkan….

Setengah tahun berjalan, kembali lagi tentang ‘dia’ yang semakin menggila untuk hilang dikehidupanku. Aku senang. Dan setelah ia benar-benar pergi, namun datanglah sosok lain. Aku tau dia dari temanku. Dia sosok yang kekanakan, dan menyebalkan disaat yang sama. Rasanya aku ingin sekali membimbing dan melindunginya. Bukan bermaksud menggurui, namun aku ingin sekali mengajarkan ia banyak hal. Suatu hari aku sangat senang karena beberapa kata yang dirangkainya menjadi suatu kalimat. Masih terdengar menyebalkan, namun aku senang. Aku bingung mengapa kini aku menjadi sosok yang amat rapuh, dan bodohnya aku tak ingin kehilangan sosok yang sudah aku tulis namanya didalam hati ini. Mengikuti tiap perintahnya bagai hipnotis, mencari tahu, dan membentuk diri agar sesuai seperti keinginannya. Sebenarnya aku tahu ini dilarang dan tak akan menimbulkan hasil yang membahagiakan. Lama kelamaan waktu menunjukkan, dia menginginkan sesuatu dariku. Tentu aku tak bisa menolak, selagi itu tidak merugikan aku ataupun orang lain. Benar saja. Sudah kuduga. Manusia datang dan pergi. Datang saat menginginkan sesuatu dan pergi bergitu saja setelah keinginannya terkabul. Hahaha ini lucu!. Aku tahu dia akan pergi setelah mendapat apa yang dia mau itu. Dan, dia pergi.



Lalu aku meresapi. Inilah hidup. Manusia datang dan pergi sesuka hati. Tak hanya dari 3 cerita diatas. Itu titaklah berarti dari banyak kasus lainnya yang pasti dialami setiap manusia. Entah itu hobi mereka atau memang kodrat manusia? Kembali lagi pertanyaan seperti ini wajib kita tanyakan terhadap diri kita sendiri. Lalu aku bertanya pada diri ini. Apakah kamu juga pernah melakukan hal yang serupa dengan orang lain?. Jawabannya adalah ‘iya’. Aku benci bahwa aku tau ini juga merupakan kesalahanku. Atau mungkin memang tuntutan kehidupan. Dan bahkan memang kodrat. Datang saat ingin, dan pergi semaunya…
Thanks for reading! Semoga bermanfaat :)

Selasa, 25 Februari 2014

Manis dan Pahit



Apa itu pahit? Pahit adalah salah satu dari rasa. Ya. Pahit adalah rasa. Dalam lidah, kita bisa merasakan pahit pada bagian ujung dalam dekat pangkal lidah. Namun berhubung saya bukan seorang yang bersekolah dengan menekuni Ilmu Pengetahuan Alam, maka saya akan membahas ‘Pahit’ namun dengan versi kehidupan.

Hidup. Apa itu hidup? Apa saja yang terjadi didalamnya?. Saya rasa saya terlalu kecil untuk mengajari reader sekalian. Tapi saya hanya sekedar me-share apa itu ‘Pahit’ dari sisi pandang kehidupan saya.

Hidup itu memiliki banyak sekali rasa. Manis, pahit, hambar, getir, hampir semua ada. Mengapa semua? Karna mereka satu paket. Ada manis, ada juga pahit. Mengapa harus ada pahit ditengah manisnya kehidupan? Sebenarnya itu semua adalah bentuk dari apa yang kita hadapi saat ini. Ini tentang bagaimana kita menanggapi kehidupan yang sedang terjadi.

Kita bahas dari manis dahulu. Hidup itu manis, jujur hidup itu manis. Banyak sekali yang bisa kita lakukan terutama yang bermanfaat dalam hidup. seperti apa kata pepatah, Apa yang kita tanam akan kita tuai. Maka dari itu jika kamu mau hidup kamu manis, ya lakukan segala sesuatu yang manis pula. Merasa sudah melakukan yang manis tapi tidak kunjung mendapatkan kemanisan hidup? Coba periksa lagi. Yang kamu lakukan benar-benar manis kah? Jika kamu sudah benar-benar merasa memberi kemanisan dalam hidup tapi kecewa karna tidak kunjung mendapatkan kemanisan juga, itu salah. Tandanya kamu belum melakukan kemanisan dalam hidup. Dalam hidup, manis itu tidak ada kata pamrih. Jika kamu ikhlas melakukan kemanisan dalam hidup, maka hati kamu juga akan menerima kemanisan berupa ketentraman dan ketenangan jiwa kamu. Merasa itu tidak adil? Memang. Tidak adil jika kita hanya merasakan manis saja. Maka hidupmu akan lebih berarti jika diselipi kepahitan dalam hidupmu yang manis itu.

Dengan adanya pahit, maka kamu tahu betapa berharganya manis. Dengan adanya pahit maka kamu tahu kalau sebenarnya kamu dapat membedakan yang mana manis dan mana pahit. Saat kamu merasakan manis, apakah kamu sudah bersyukur? Namun saat merasakan pahit apakah kamu tidak mengeluh? Jika jawaban keduanya adalah ‘tidak’ maka kamu kurang tepat menanggapi kehidupanmu. Yang benar saja? Saat mendapat kemanisan kamu diam saja, lupa. seolah manisnya hidup memang mutlak milikmu. Saat merasakan kepahitan? Kamu mengeluh. Memberi tahu kepada seluruh dunia bahwa kamu sedang merasa kepahitan. Sebenarnya, yang membuat hidupmu pahit, ya dirimu sendiri. Kenapa bisa seperti itu?

Jujur, saat ini aku iri terhadap orang yang selalu bisa memperlihatkan kemanisan hidupnya, bukan kepahitannya. Karena aku, aku belum bisa menjalani semua teori-teori kehidupan yang telah aku ketahui. Aku banyak menguasai teori tersebut. Tapi jujur aku malu ketika aku mengetahui bahwa aku belum lulus dalam hal praktek. Aku terus berusaha untuk menebar kemanisan dalam hidupku. Membagikannya kepada setiap makhluk yang berada disekitarku. Namun? Saat pahit melanda aku masih mengeluh. Bahkan terkadang membagikannya terhadap orang lain. Seolah aku ingin semua orang tahu bahwa aku sedang mengalami kepahitan hidup. Namun, tidak selamanya hujan melanda, setidaknya ia akan berganti menjadi cuaca yang terang lagi atau bahkan tersirat pelangi membekas. Setelah kurasa kepahitan itu perlahan sirna dari hidupku, aku mulai tersadar. Banyak sekali hal yang bisa aku ambil dari kejadian kemarin, yang menenggelamkan ku kepada kepahitan. Namun memunculkan buah kemanisan yang bisa kupetik jika ku mau. Tentu saja aku mau.

Sebenarnya, apa kepahitan yang kualami kemarin? Kalian tahu? Sebenarnya aku sangat malu jika mengingatnya. Ya. Patah hati. Ini sangat memalukan jika ku fikir. Hidupku yang penuh ketentraman ini bisa menjadi hancur selama beberapa waktu hanya karna patah hati. Sebatas ditinggal pujaan hati kembali meneruskan hubungan cinta yang belum selesai kemarin dengan mantannya. Saat itu aku sangat terpuruk. dia adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku tidak mau kehilangannya, menuruti semua perkataannya, dan dia satu-satunya yang bisa membuatku memceritakan dirinya terhadap setiap orang yang kutemui. Sebelumnya, aku sangat tertutup apalagi masalah cinta. Aku cukup jutek dan masa bodo dengan lawan jenis, dan aku tidak mau orang lain tau tentang hubungan cintaku, entah mengapa dengannya aku justru sangat terbuka. Apa dia berbeda? Entahlah. Namun sekarang dia sudah benar-benar sirna dari kehidupanku. Entahlah. Yang jelas sekarang karnanya, aku bisa tau arti dari keterbukaan itu seperti apa. Lega rasanya. Dan yang pasti bisa memiliki teman dekat lebih banyak lagi. Lalu, aku sekarang mempunyai keluarga baru. Karna kepergiannya yang meninggalkan sejuta kenangan yang sangat mengganggu pikiranku, aku berusaha mencari kesibukan atau suasana baru. Ya. benar saja, sekarang aku sudah berhasil bergabung dalam suatu komunitas dikotaku yang menurutku cukup bermanfaat untukku. Sebenarnya aku ingin bergabung dalam berbagai komunitas dari dulu, namun hanya rencana. Karna kepergian dia yang merubah hidupku, maka sekarang aku bisa menjalankannya. Lalu, karnanya pula aku bisa merasakan manis pahitnya hidup saat masa remajaku. Aku harus berterima kasih padanya. Jika dia tidak mampir dalam hidupku, maka aku masih menjadi yang dulu, orang yang tertutup, takut bergaul, tidak menjalani misiku. Dan kini aku dengan diriku yang baru. Lebih kuat dan tangguh, aku yang telah bertambah ilmu.

Nah itu sudah terbukti. Manis dan pahit itu memang satu paket. Memang pahit itu menyakitkan, saat masanya. Namun tidak mungkin pahit akan terus melandamu, kalau bukan kamu yang mengizinkannya untuk terus bergulat dalam kehidupanmu sendiri. Sekarang tinggal kamu yang memilih jalan hidupmu sendiri. kamu tahu? Kemanisan sedang menunggumu, untuk bangkit dari kepahitan hidup, dan hidup bersamanya :)
Terima kasih telah membaca
Mohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis
Salam kehidupan dan salam kecup untuk kalian semua :*

Senin, 20 Januari 2014

Dia. Satu Nyawa Penuh Aksi





Dia tidak dekat tidak juga jauh…
Dia tidak nyata tidak juga semu…
Dia tidak bersahabat tidak juga asing…
Dia tidak baik tidak juga jahat…
Dia tidak benar tidak juga salah…
Dia tidak bertindak tidak juga diam…
Dia tidak hidup tidak juga mati…
Namun,
Dia menerangi juga meredupkan
Dia mengangkat juga menjatuhkan
Dia berwarna juga kelabu
Dia mengobati juga melukai
Dia penuh keindahan juga kehampaan
Dia penuh kejujuran juga kebohongan
Dia menghidupkan juga mematikan
Dia datang dan juga pergi

Dia memang tidak,

                                                Dia tidak dekat tidak juga jauh
Dia tidak dekat, kita berbeda dunia. Aku, kamu. Kamu pria dewasa yang setiap hari melakoni kehidupannya sebagai seorang mahasiswa. Aku, perempuan kecil yang setiap hari berperan sebagai siswi smk. Namun, kamu tidak juga jauh. Rumahmu tidak terlalu jauh denganku, aku bersekolah disekolah yang pernah kamu jajakan sebelumnya. Kita pernah saling dekat, saling mengenal satu sama lain.
                                               
Dia tidak nyata tidak juga semu
            Dia tidak nyata, untuk saat ini dia tidak berada dikehidupanku. Tidak nyata dihari-hariku. Namun, dia tidak juga semu. Karena aku penah melihatmu, pernah menyentuhmu, pernah merasakan kehangatanmu.

                                                Dia tidak bersahabat tidak juga asing
            Dia tidak bersahabat, aku dan dia memang tidak akrab lagi seperti cerita dahulu. Namun, kami saling mengenal. Aku mengetahui seluk beluk dirinya. Ia tidak asing lagi bagiku.

Dia tidak baik tidak juga jahat
Dia tidak baik, dia pergi meninggalkanku setelah hatiku terulur abis untuknya. Aku tidak sanggup untuk menariknya kembali. Namun, dia tidak juga jahat. Dia adalah pribadi yang baik dan juga santun.

                                    Dia tidak benar tidak juga salah
Dia tidak benar, karena dia adalah sosok yang membuat ku selalu serba salah untuk melalukan sesuatu. Namun, dia juga tidak salah karena dia tidak berhak untuk membuatku selalu bahagia bersamanya.
                                   
Dia tidak bertindak tidak juga diam
Dia tidak bertindak, dia tidak melakukan apa-apa saat ini kepadaku. Namun, justru itu yang membuat dia seolah bertindak. Karena aku selalu bertanya apa yang sedang ia lakukan, dia memenuhi pikiranku, menurunkan kerja imun tubuhku. Dia tidak diam.

                                                Dia tidak hidup tidak juga mati
            Dia tidak hidup, karena dia tidak berperan aktif dikehidupan nyataku. Namun, dia juga tidak mati. Karena bayangnya masih bergulat setiap detiknya dipikiran dan tindakanku.

Namun Dia itu,

                                                Dia menerangi juga meredupkan
            Dia menerangi hariku, yang penuh dengan kegiatan yang itu-itu saja. Namun, dia juga yang meredupkan kehidupanku…

                                                Dia mengangkat juga menjatuhkan
Dia mengangkat setiap semangatku, mengajarkan ku untuk bangkit dari hidup yang monoton. Namun, dia juga yang menjatuhkanku, dari semangat yang sudah ku angkat tinggi untuknya…
                                                           
                                                Dia berwarna juga kelabu
            Dia berwarna, mewarnai satiap detik kehidupanku. Mendegupkan setiap detak jantungku. Dia mengenaliku banyak warna. Namun, dia juga yang membuat hidupku menjadi kelabu. Tidak berwarna lagi tanpanya…

                                               Dia mengobati juga melukai
            Dia mengobati, mengobati hari-hariku yang datar, mengobati luka kesepian hariku. Namun, dia juga yang melukai. Melukai hariku dengan goresan luka yang baru. Luka yang lebih sakit dari luka yang ia obati…

                                                Dia penuh keindahan juga kehampaan
            Dia penuh keindahan, setiap lekuk tubuhnya setiap hembus nafasnya dan setiap gerak geriknya merupakan suatu keindahan untukku. Namun, dia juga memberikan kehampaan. Setelah membuat hidupku indah, dia membuat hidupku hampa karena kepergiannya…
                                               Dia penuh kejujuran dan juga kebohongan
            Dia penuh kejujuran, setiap kalimat yang diucapkannya dan setiap keterbukaannya merupakan bukti kejujurannya. Namun, secara bersamaan dia juga penuh dengan kebohongan.

                                               Dia menghidupkan juga mematikan
            Dia menghidupkan setiap otot retorik dalam tubuh ini yang sempat tertidur lama, mengajari setiap arti kehidupan, membangunkan ku dalam kesepian yang kunikmati. Namun, dia juga mematikan. Mematikan setiap usahaku, mematikan setiap langkah yang baru aku jalani itu…

                                               Dia datang dan juga pergi
            Dia datang, datang dikehidupanku. Sebentar waktunya, namun memberikan efek yang luarbiasa. Dari yang paling manis hingga pahit. Dan dia juga pergi, pergi setelah mengajarkanku banyak pelajaran dalam hidup…

Dia. Satu nyawa penuh aksi. Pemicu kehidupan ini, penyebab utama setiap gerak ini.
Namun kini, hanya tertinggal kenangan dan pembelajaran. Dimana mereka satu paket yang jika disalah artikan akan menjadi sangat menyakitkan. Namun jika aku mengambil dari sisi baik. Tentu aku seharusnya sangat berterimakasih padanya, karena telah memberikan banyak sekali pembelajaran dalam hidupku.
Jujur, aku masih dalam tahap yang salah. Membiarkan kenangan manis membentuk bayangan buruk dalam hari-hariku. Aku tau ini bodoh. Namun aku juga berterimakasih atas pelajaran hidup yang luar biasa. Aku tidak bermunafik. Aku masih menyayangimu.

©       Salam rindu yang terbesit dari perempuan yang pernah singgah diharimu, untukmu hati yang telah pergi… semoga dapat kembali.